Dinsdag 09 Julie 2013

serotinus


Pendahuluan
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kandungan antara 38-42 minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun, sekitar 3,4-14% atau rata-rata 10% kehamilan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih. Angka ini bervariasi dari bebearpa penelitian bergantung pada kriteria yang dipakai.
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari dan belum terjadi persalinan. Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu kehamilan yang beresiko tinggi, di mana dapat terjadi komplikasi pada ibu dan janin. Diagnosis usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan usia kehamilan, seperti rumus Naegele atau dengan tinggi fundus uteri serial.
Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi mekonium dan asfiksia.
Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin, meskipun hal ini masih banyak diperdebatkan dan sampai sekarang masih belum ada persesuaian paham. Dalam kenyataannya kehamilan postterm mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari semestinya, atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen.
Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan mortalitas, morbiditas perinatal, atau makrosomia. Sementara itu, risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa perdarahan pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda dengan angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi, sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap kehamilan postterm akan memberikan sumbangan besar dalam upaya menurunkan angka kematian, terutama kematian perinatal.

Definisi
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari perkiraan yang dihitung dari HPHT, di mana usia kehamilannya melebihi 42 minggu dan belum terjadi persalinan.

  • Serotinus/postterm adalah kehamilan lebih dari 42 minggu dengan berdasarkan perhitungan kehamilan dengan HPHT dan belum terjadi persalinan
  • Aterm adalah kehamilan 38-42 minggu (periode persalinan normal)
  • Postmatur adalah penggambaran janin yang memperlihatkan adanya kelainan akibat kehamilan yang berlangsung lebih dari yang seharusnya (serotinus).

Insidens
Angka kejadian kehamilan lewat waktu kira-kira 10%, bervariasi antara 3,5-14%. Data statistik menunjukkan, angka kematian dalam kehamilan lewat waktu lebih tinggi ketimbang dalam kehamilan cukup bulan, di mana angka kematian kehamilan lewat waktu mencapai 5-7%.

Etiologi
Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang dikemukaan adalah hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter, karena postmaturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu (Rustam, 1998).
Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim (Manuaba, 1998).
Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar esterogen pada kehamilan normal umumnya tinggi. Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang. Factor lain adalah hereditas, karena post matur sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu, kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, yaitu 30% prepartum, 55% intrapartum, dan 15% postpartum.

Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai berikut :
  • Kesalahan dalam penanggalan, merupakan penyebab yang paling sering.
  • Tidak diketahui.
  • Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan.
  • Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan penyebab yang jarang terjadi.
  • Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi.
  • Faktor genetik juga dapat memainkan peran.

Patofisiologi
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin sehingga tidak menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim (Manuaba, 1998).
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang, wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput ketuban berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan. Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi plasenta sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus namun tubuh anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat menyebabkan distosia bahu.

Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm

Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut :
  1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
  1. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan postterm.
  1. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa “pemberi tanda” untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
  1. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.
  1. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.

Resiko
Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, sampai kematian janin dalam rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3 kali dari pada kehamilan aterm. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit menipis bahkan sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat mengelupas dan mengering seperti kertas perkamen. Rambut dan kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis. Akibat kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang menyebabkan janin buang air besar dalam rahim yang akan mewarnai cairan ketuban menjadi hijau pekat. Pada saat janin lahir dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran napas) air ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan gejala MAS (meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik. Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, dan perdarahan postpartum.

Manifestasi Klinis
  • Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit.
  • Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui dengan pemeriksaan USG.
  • Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
Stadium I    :    kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering,
        rapuh, dan mudah mengelupas.
Stadium II    :    seperti Stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.
Stadium III    :    seperti Stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali
        pusat.

Menurut Muchtar (1998), pengaruh dari serotinus adalah :
  1. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir, maka akan sering dijumpai patus lama, inersia uteri, dan perdarahan postpartum.
  1. Terhadap Bayi :
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang terjadi kematian janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosia bahu, janin besar, moulage.

Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998), yaitu :
  • Biasanya lebih berat dari bayi matur (> 4000 gram)
  • Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
  • Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
  • Verniks kaseosa di badan kurang
  • Kuku-kuku panjang
  • Rambut kepala agak tebal
  • Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel

Diagnosis
Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postterm merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan postterm yang tidak dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%.
Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan rumus Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan klinis. Bila ada keraguan, maka pengukuran tinggi fundus uterus serial dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai usia gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan ialah air ketuban yang berkurang dan gerakan janin yang jarang.
Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan antenatal.

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis kehamilanlewat waktu, antara lain :
  1. HPHT jelas.
  2. Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18 minggu.
  3. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan Doppler, dan 19-20 minggu dengan fetoskop).
  4. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu.
  5. Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat haid.

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sujiyatini dkk (2009), pemeriksaan penunjang yaitu USG untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas plasenta. KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
Menurut Mochtar (1998), pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan, seperti pemeriksaan berat badan ibu, diikuti kapan berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan jumlah air ketuban. Pemeriksaan yang dilakukan seperti :
  1. Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah persalinan yang lalu, dan ibu menjadi hamil maka ibu harus memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti dengan tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin dapat membantu diagnosis.
  2. Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban. Bila telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester pertama, maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat setelah trimester III sukar untuk memastikan usia kehamilan. Pemeriksaan Ultrasonografi pada kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin, malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.
  3. Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat badan setiap kali periksa, terjadi penurunan atau kenaikan berat badan ibu.
  4. Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban menurut warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman berarti air ketuban bercampur mekonium dan bisa mengakibatkan gawat janin (Prawirohardjo, 2005).

Kematangan serviks tidak bisa dipakai untuk menentukan usia kehamilan.

Yang paling penting dalam menangani kehamilan lewat waktu ialah menentukan keadaan janin, karena setiap keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan keadaan janin dapat dilakukan :
  1. Tes tanpa tekanan (non stress test).
Bila memperoleh hasil non reaktif maka dilanjutkan dengan tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik.
  1. Gerakan janin.
Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7 kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal rata-rata 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan dengan USG. Penilaian banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG (normal > 1 cm/bidang) memberikan gambaran banyaknya air ketuban, bila ternyata oligohidramnion, maka kemungkinan telah terjadi kehamilan lewat waktu.
  1. Amnioskopi.
Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.

Tatalaksana
Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin postterm sehingga setiap persalinan kehamilan posterm harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya dilaksanakan di rumah sakit dengan pelayanan operatif dan perawatan neonatal yang memadai.
Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian skor pelvik (pelvic score).
Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain :
  1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.
  2. Induksi dengan oksitosin.
  3. Bedah seksio sesaria.

The American College of Obstetricians and Gynecologist mempertimbangkan bahwa kehamilan postterm (42 minggu) adalah indikasi induksi persalinan. Penelitian menyarankan induksi persalinan antara umur kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian janin dan biaya monitoring janin lebih rendah.
Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien harus memenuhi beberapa syarat, antara lain kehamilan aterm, ada kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio teraba lunak, mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu, pengukuran pelvik juga harus dilakukan sebelumnya.

Table 1. Skor Bishop

0
1
2
3
Pendataran serviks
0-30%
40-50%
60-70%
80%
Pembukaan serviks
0
1-2
3-4
5-6
Penurunan kepala dari Hodge III
-3
-2
-1, 0
+1, +2
Konsistensi serviks
Keras
Sedang
Lunak

Posisi serviks
Posterior
Searah sumbu jalan lahir
Anterior

  • Bila nilai pelvis (PS) > 8, maka induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
  • Bila PS > 5, dapat dilakukan drip oksitosin.
  • Bila PS < 5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu, kemudian lakukan pengukuran PS lagi.

Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan Oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan induksi, pasien dinilai terlebih dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur skor pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis > 5, maka induksi persalinan dapat dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan Oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%. Tetesan infus dimulai dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4 tetes/menit hingga timbul his yang adekuat. Selama pemberian infus, kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena dikhawatirkan dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus dipertahankan hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis dan his adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip Oksitosin 5 IU ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul, dapat dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.

Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
  1. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
  1. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
  2. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.

Pada kehamilan yang telah melewati 40 minggu dan belum menunjukkan tanda-tanda inpartu, biasanya langsung segera diterminasi agar resiko kehamilan dapat diminimalis.

Komplikasi
  1. Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu :
    1. Plasenta
·         Kalsifikasi
·         Selaput vaskulosinsisial menebal dan jumlahnya berkurang
·         Degenerasi jaringan plasenta
·         Perubahan biokimia
  1. Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus lama, inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan postpartum.
  1. Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin bertambah besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi kematian janin dalam kandungan.
  1. Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti gawat janin, gerakan janin berkurang, kematian janin, asfiksia neonaturum dan kelainan letak.
  2. Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi seperti kelainan kongenital, sindroma aspirasi mekonium, gawat janin dalam persalinan, bayi besar (makrosomia) atau pertumbuhan janin terlambat, kelainan jangka panjang pada bayi.

Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan, pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7 bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7-8 bulan dan seminggu sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya. Perhitungan dengan satuan minggu seperti yang digunakan para dokter kandungan merupakan perhitungan yang lebih tepat. Untuk itu perlu diketahui dengan tepat tanggal hari pertama haid terakhir seorang (calon) ibu itu. Perhitungannya, jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir hingga saat itu dibagi 7 (jumlah hari dalam seminggu). Misalnya, hari pertama haid terakhir Bu A jatuh pada 2 Januari 1999. Saat ini tanggal 4 Maret 1999. Jumlah hari sejak hari pertama haid terakhir adalah 61. Setelah angka itu dibagi 7 diperoleh angka 8,7. Jadi, usia kehamilannya saat ini 9 minggu.

Vrydag 05 Julie 2013


foto



infertilitas


Apa itu infertilitas?
Infertilitas (ketidaksuburan) merupakan kondisi ketidakmampuan pasangan untuk mendapatkan kehamilan setelah melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa menggunakan kontrasepsi selama 1 tahun atau lebih, atau jika pada wanita berusia ≥ 35 tahun selama 6 bulan atau lebih.

Bagaimana infertilitas bisa terjadi?
Kehamilan bisa terjadi bila ada proses berikut: tubuh wanita melepaskan sel telur dari salah satu indung telur (proses ovulasi), sel telur itu akan berjalan melewati tuba falopi menuju uterus (rahim). Selama perjalanan menuju uterus tersebut harus ada sperma dari pria yang akan bergabung dengan sel telur (proses pembuahan). Sel telur yang telah dibuahi akan menempel ke bagian dalam uterus (proses implatansi). Terdapatnya gangguan atau masalah di salah satu proses di atas bisa mengakibatkan infertilitas.

Apa penyebabnya?
Infertilitas bisa disebabkan oleh salah satu pasangan atau mungkin bahkan keduanya, dan masing-masing memiliki peluang yang sama besar sebagai penyebab infertilitas.
Penyebab infertilitas pada pria, antara lain:
  • Kegagalan menghasilkan sperma berkualitas akibat cacat bawaan sejak lahir (genetik), kegagalan testis (buah zakar) untuk turun ke kantung buah pelir (scrotum) selama pubertas, infeksi berulang, atau penyakit pada masa pertumbuhan anak.
  • Gangguan pada pengeluaran sperma akibat adanya gangguan seksual seperti ejakulasi dini atau painful intercouse (dyspareunia); gangguan kesehatan seperti retograde ejaculation; penyakit genetik tertentu seperti cystic fibrosis; atau gangguan struktural seperti penyumbatan pada saluran sperma (epididymis).
  • Faktor gaya hidup dan lingkungan seperti pola makan, obesitas, polusi udara (paparan zat beracun), kebiasaan minum alkohol dan merokok, mengkonsumsi obat-obatan tertentu, pekerjaan yang mengharuskan duduk berjam-jam dan bersinggungan dengan radiasi tinggi, serta kebiasaan memangku laptop.
  • Gangguan yang terkait dengan kanker dan pengobatannya seperti radiasi dan kemoterapi.
  • Faktor usia, pria berusia ≥ 40 tahun kurang subur dibandingkan dengan pria yang lebih muda.
Penyebab infertilitas pada wanita, antara lain:
  • Kerusakan atau penyumbatan tuba falopi biasanya akibat adanya inflamasi di tuba falopi (salpingitis) yang penyebab utamanya yaitu infeksi penyakit menular seksual (Chlamydia).
  • Endometriosis terjadi ketika jaringan rahim tertanam dan tumbuh di luar rahim, sehingga bisa mempengaruhi fungsi sperma, sel telur dan indung telur, uterus, dan tuba falopi.
  • Gangguan ovulasi akibat cedera, tumor, aktivitas yang berlebihan, berat badan kurang, atau pemakaian obat-obatan tertentu.
  • Peningkatan prolaktin (hyperprolactinemia)
  • Polycystic ovary syndrome (PCOS) merupakan suatu kondisi di mana tubuh menghasilkan terlalu banyak hormon androgen, dan dikaitkan dengan resistensi insulin dan obesitas.
  • Menoupase dini yaitu suatu kondisi berhentinya menstruasi dan penipisan folikel ovarium dini sebelum usia  40 tahun. Meski penyebanya sering tidak diketahui, namun kondisi tertentu berhubungan dengan menopause dini, sepertti penyakit sistem imun, pengobatan radiasi dan kemoterapi, dan merokok.
  • Penyebab lainnya: pemakaian obat-obatan tertentu, gangguan tiroid (hipertiroid, hipotiroid), kanker dan pengobatannya, atau gangguan kesehatan lainnya yang terkait dengan keterlambatan pubertas atau amenorrhea seperti Cushing’s disease, sickle cell disease, penyakit ginjal dan diabetes.
Selain itu beberapa faktor risiko bisa meningkatkan infertilitas pada pria dan wanita, seperti: usia, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, kelebihan atau kekurangan berat badan, dan aktivitas yang berlebihan.

Bagaimana gejalanya?
Ketidakmampuan pasangan untuk mendapatkan kehamilan adalah gejala utama infertilitas. Selain itu, tidak terdapat gejala yang lebih jelas atau khas. Pada beberapa kasus, wanita yang mengalami infertilitas memiliki periode menstruasi yang tidak teratur (abnormal). Sementara pria yang mengalami infertilitas seringkali memiliki masalah hormonal seperti perubahan pertumbutan rambut atau fungsi seksual.

Bagaimana diagnosisnya?
Mengetahui penyebab infertilitas sangat perlu untuk bisa segera mengatasi kondisi sulit mendapatkan keturunan. Penyebab infertilitas bisa diketahui awalnya melalui pemeriksaan  riwayat medis (anamnesa) dan pemeriksaan fisik oleh dokter, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang diagnosa lainnya seperti seperti pemeriksaan laboratorium dan ultrasound).
Pemeriksaan laboratorium bagi pria yang umumnya dilakukan:
  • Analisa sperma
  • Folicle-stimulating hormone (FSH)
  • Luteinizing hormone (LH)
  • Testosteron
  • Prolaktin
Sementara pemeriksaan ultrasound bagi pria yaitu transrectal and scrotal ultrasound. Pemeriksaan ini dapat membantu dokter untuk melihat adanya retograde ejaculation dan kerusakan pembuluh ejakulator.
Pemeriksaan laboratorium bagi wanita yang umumnya dilakukan:
  • Thyroid-stimulating hormone (TSH)
  • Prolaktin
  • Luteinizing hormone (LH)
  • Folicle-stimulating hormone (FSH)
  • Progesteron
Sementara pemeriksaan ultrasound bagi wanita yaitu:
  • Hysterosalpingography (HSG) untuk melihat kondisi uterus dan tuba falopi.
  • Laparoscopy untuk memeriksa indung telur, tuba falopi dan uterus terkait masalah penyakit seperti jaringan parut dan endometriosis.

Pengobatan yang dilakukan
Pemilihan pengobatan untuk infertilitas umumnya berdasarkan pada berapa lama terjadinya infertilitas, penyebab infertilitas dan faktor usia.
Untuk pria, bila penyebab infertilitasnya adalah gangguan seksual seperti impotensi atau ejakulasi dini bisa diatasi dengan pemberian obat atau perubahan perilaku. Bila penyebabnya adalah produksi sperma yang kurang, biasanya dilakukan tindakan pembedahan, pemberian obat hormon reproduksi, atau dengan bantuan teknologi reproduksi (assisted reproductive technology/ART).
Untuk wanita, obat penyubur merupakan pilihan utama untuk mengatasi infertilitas yang disebabkan oleh gangguan ovulasi. Obat penyubur bekerja layaknya FSH dan LH untuk merangsang ovulasi. Beberapa obat penyubur antara lain: klomifen sitrat, pergonal (ekstrak FSH dan LH), human chorionic gonadotropin (HCG), hypothalamic releasing factors, bromokriptin, dan sebagainya. Bila penyebabnya adalah kondisi yang terkait dengan tuba falopi seperti penyumbatan, biasanya dilakukan tindakan pembedahan.
Bila penyebab infertilitas sudah cukup parah dan tidak bisa diatasi dengan pemberian obat ataupun pembedahan, maka tindakan yang diambil adalah dengan ART seperti in vitro fertilization (IVF), meningkatkan ejakulasi dengan stimulasi elektrik atau vibrator, aspirasi sperma dengan pembedahan, intracytoplasmic sperm injection (ICSI), dan assisted hatching.

Pencegahan yang dapat dilakukan
Untuk pria:
  • Hindari kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan
  • Jangan terlalu sering berendam air panas atau bersauna (suhu tinggi bisa mempengaruhi produksi dan gerakan sperma, meski bersifat sementara)
Untuk wanita:
  • Olahraga secara teratur
  • Jaga berat badan (kelebihan atau kekurangan berat badan bisa mempengaruhi produksi hormon reproduksi)
  • Hindari rokok dan alkohol
  • Batasi konsumsi kafein dan pemakaian obat-obatan tertentu
Untuk pasangan: berhubungan intim 2-3 kali seminggu bisa meningkatkan fertilitas.

Dampak yang ditimbulkan
Infertilitas sebetulnya tidak perlu dicemaskan, namun bagi beberapa orang tidak kunjung mendapatkan keturunan bisa menjadi masalah serius di dalam keluarga.