Woensdag 26 Junie 2013


RADANG DAN BEBERAPA PENYAKIT LAIN PADA ALAT-ALAT GENENETALIA PADA WANITA


RADANG DAN BEBERAPA PENYAKIT  LAIN PADA ALAT-ALAT GENENETALIA PADA WANITA

      RADANG
            Pada wanita terdapat hubungan dari dunia luar dengan rongga promontorium melalui vulva,vagina ,uterusdantuba fallopi . untuk mencegah terjadinya infekksi dari luar untuk menjaga jangan sampai infeksi meluas , masing-masing alat troktuktus genetalis memiliki mekanisme pertahanan .
     Leokorea
          Leokorea(white discharge,four albus,keputihan ) adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genetalia yang tidak berupa darah . mungkin leokorea merupakan gejala yang paling sering dijumpaipada penderita ginekologik adnya gejala ini mengotori celana
     Vulva
      Pada radang vulva (vulvits) vulva bengkak,merah agak nyeri kadang-kadang disertai dengan gatal.
      Umumnya vulvitis dapat dibagi 3 golongan :
a)      Bersifat lokal
b)       yang timbul bessama-sama atau sebagai akibat vaginati
c)      Yang merupakan permulaan atau manifestasi dari penyakit umum
      Yang termasuk kedalam rongga vulvilitis lokal adalah
1)      Infeksi pada kulit ,termasuk rambut ,kelenjar-kelenjar sebaseadan kelenjar-kelenjar keringat.infeksi yang timbul akibattrauma luka atau sebab lain dan dapat menimbulkan folikulitis,furunkolisis ‘hidradenitis.
2)      Infeksi pada orifisum urettra eksternum ,glandula paraurethalis. Infeksi ini disebabkan oleh gonorea .
3)      Infeksi glandula bartholini
Infeksi pada glandula bartokini sering kali timbul pada gonorae ,akan tetapi dapt pula mempunyai sebab lain misalnya steptokokkus dan basil koli. Pada kelenjar barholintis akuta kelenjar membesar ,merah,nyeri,dan lebih panas didaerh sekitarnya
    Herpes genetalis
  Herpes genetalis disebabkan oleh tipe 2 herpes virus hominis yang drkat hubungannya dengan tipe 1 herpes virus simpleks penyebab herpees labialis.
    
     
       Kamdiloma akuminata
 Kandiloma akuminata berbentuk seperti kubis dengan di tengah jaringan ikat ada tutup terutama bagian atas oleh epitel dengan hiperkerotosis.
       Vulvitis diabetika
Pada vulvitis duiabetika ulva merah dan sedikit bengkak . keluhan terutama rasa gatal , disertai ras nyeri. Jaringan padapenderita diabetesmengandung kadar glukosa tinggi , dan air kencing dengan glukosuriamenjadi penyebab peradangan 
      Vagina
 Flora vagina terdiri atas banyak kuman , antara lain basil doderlein ,stertokokus,stafilokokus,ddifteroid yang dalam keadaan normal ,hidup dalam simbiosis antara mereka. Jika simbiosis ini terganggu , dan kuman-kuman ini dapat berkembang biak maka timbullahvaginatis nonspesifik.
         Trikoriminiasis
Vulvovaginitis disebabkan oleh trikomonas vaginalis . trikomonas vaginalis adalah suatu parasit dengan flagela bergerak aktif yang menyebabkan peradangan .
           Kandisiasis
 Kandisiasis adalah infeksi yang di sebabkan albikans , suatu jamur gram positif yang mempunyai benang-benang pseudomiselia .kandida albikans menyebabkan leukorea berwarna keputih-putihan dan perasaan sangat gatal.
         Vaginatis emfisematosa
Penyakit ini jarang terdapat ,dan pada umumnya dijumpai pada wanita hamil . pada vaginatis ini ditemukan radang dengan gelembung-gelembung kecil berisi gas pada dinding.

       vagina porsio uteri.
Serviks uteri adalah penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman kedalam genetalia interna. Tetapi pad radang serviks uteri bisa terdapat porsio uteri dari ostium uteri eksternum.
        Endometritis kronita
 Endometritis kronita tidak seberapa yang sering terdapat ,oleh karena infeksi yang tidak dalam masuknya pada miomertrium ,tidak dapat mempertahankan diri karena pelepasan lapisan fungsional dariu endometrium pada waktu haid.
     

          Piometra
Piometra adalah pengumpulan nanah dikavum uteri karena stenosis katalis servikalis oleh karene salah saatu sebab ,seperti karsinoma sevisis uteri ,amputasi serviks,akibat radiasi,endometristis tuberkolosadan penutupanostium ueteri internum karena involusi uterus dan sesudah menopaause.

       Metritis
Metristisatau miometritis adalah radang miometrium . metritis akuta biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi post partum.
 Pada penyakit ini miometrium menunjukan reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltrasisel-sel radang.
       Metritis kronika
 Metritis kronika adalah diagnosa,yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragiadengan uterus lebih besar dari biasa,sakit pinggang dan leukoria.
        Perimetritis
Perimetritis adalah radang serosa yang memiliki yterus . radang inimerupakan bagian dari  radang peritnium pelvik.
        Parametritis akuta
Apabila kuman-kuman ini dengan jalan limfe atau darah melewati batas uterus dan sampai ke jaringan ikat diparametium, maka terjadi paramitris akuta. Infeksi ini di sebabkan steptokokusdan stapilokokus.
         Peritonitis pelvika
Radang pada pelvik. Jika bernanahmaka nanah berkumpul dikavum douglasi.
Kelainan-kelainan lain vulva
        Pruritis vulva
 Pruritis vulva atau gatal pad vulva adala salah satu gejala yang sangat mengganggu                                                                                                                 serta menyesalkan penderita,dan sering susah di sembuhkan.

           Kraurosis vulva
Penyakit ini terdapat atrofi dengan penipisan dari fibrosis kulit vuva yang mengakibatkan mengkerutnya kulit dan stenosis introitus vagina.
                                     
Leukoplakia vulva

 Kulit vulva yang terkena kelainan ini menjadi tebal,keras,putih,dan rapuh sehingga         dapat menimbulkan luka-luka kecil ditempat yang bersangkutan .

Likhen skelerosis et antrofikans
                                 
Penyakit ini bisa juga timbul pada bagian tubuh selain vulva, terdapat antrofi dan skleroderma. Pada tempat yang terlibat, kulit memutih dan berkilat dengan bats-batas yang jelas.

Kelaianan pada uretra

 Uretra termasuk bagian dari traktus genetalis . berikut ini kelainan pada uretra bukan        radang .

Karunkula uretra

Karunkula uretra merupakan suatu polip pada tungkai belakang ostium uretra eksternum ,dan berwarna merah.

Tumor-tumor jinak pada alat genitalia
Vagina
a.       Tumor kistik
 Tumor-tumor pada vagina bersifat sama dengan yang didapatkan di vulva. Tumor vulva dan vagina hendaknya dibedakan dari vaginatis emfisematosa. Dapat juga kista saluran muller terjadi di dekat serviks.
       b .tumor soloid
 pada umumnya juga mempunyai uretra dan yang terdapat pada vulva , kecuali granuloma,tumor miksoid serta adenosis vagina.
·         Granuloma 
 bukan neoplasma yang sebenarnya . jaringan merupakan granulasiyang berbatas -batas, sering kali berbentuk polip terjadi pada bekas operasi kolporasi dan histeroktomi total dan dapat bertahan samai bertahun-tahun.
·         Tumor miksoid vagina
konsistensi lunak seperti kista berisi jaringan miksomatosa,jaringan pengikat dan jaringan lemak seperti yang biasa terdapat pada daerah glutea .
Asisadenosis vagina : berasal dari sisa saluran paramesonefridikus muller berupa tumor jina,terutama dekat serviks uteri terdiri dari epitel torak yang mengeluarkan mukus .
Uterus
Ektoserviks
Kista sisa jaringan embrional ;berasal dari saluran mesonefridikus wolffiyang terdapat di dinding samping ektoserviks .
Kista endometriosis : letaknya superfisial
Folikel atau kista nabothi: kista retensi kelenjar endoserviks,biasanya terdapat pada wanita multi para, sebagai penampilan serviks.kista ini jarang mencapai ukuran besar berwarna kulit mengkilat berisi cairan mukus.kalau kista ini menjadi besar dapat menyebabkan rasa nyeri.
Papiloma:dapat tunggal maupun multipel seperti kandilomo akuminata.kebanyakanpapiloma ini adlah sisa epitel yang terlebih pada trauma bedah maupun persalinan.
Hemangioma :jarang,bisa terletak superfisial ,dapat membesar pada waktu kehamilan,dan dapat menyebabkan metroragi.
Endoserviks
Polip: sebetulnya adalah suatu adenoma maupun adenofibroma yang berasal  dari selindir endoserviks.
Endometrium
 Polip endometrim :sering didapati ,teruma dengan pemeriksaan hiteroskop
                                                                                                                    

Maandag 17 Junie 2013

60 langkah APN


60 langkah APN
60 langkah asuhan persalinan normal
Melihat tanda dan gejala kala 2
1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala 2
a. Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
b. Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rectum atau vaginanya
c. Perineum menonjol
d. Vulva-vagina dan spingter anal membuka
Menyiapkan pertolongan persalinan
2. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat2anesensial siap di gunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partus set
3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastic yang bersih
4. Melepaskan semua perhiasan yang di pakai di bawah siku, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai
5. Memakai satu saraung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam
6. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus set atau wadah DTT tanpa mengontaminasi tabung suntik
Memastikan pembukaan lengkap dengan janin baik
7. Membersihkan vulva dengan perineum, menyekanya dengan hati2 dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah di basahi air desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina, perineum, atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi, langkah # 9)
8. Dengan menggunakan teknik aseptic, melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap, bila selaput ketuban belum pecah, sedangkn pembikaan sudah lengkap, lakukan amniotomi
9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan
10. Memeriksa DJJ setelah kontrksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (100-180 kali/mnt)
a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b. Mendokumentasikan hasil2 pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil2 penilaian serta asuhan lainnya pada partograf
Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses pimpinan memeran
11. Member tahu ibu bahwa pembukaan sudah lengakap dan keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai dengan keinginannya
a. Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan2
b. Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran. (pada saat ada his bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman)
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran:
a. Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan untuk meneran
b. Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran
c. Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai dengan pilihannya (tidak meminta ibu terbaring terlentang)
d. Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
e. Menganjurkan kelurga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu
f. Menganjurkan asupan cairan per oral
g. Menilai DJJ setiap 5 mnt
h. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segara dalam waktu 120 mnt (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
i. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 mnt, anjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi2 tersebut dan berisirahat di antara kontraksi
j. Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setelah 60 mnt meneran, segera merujuk ibu
Persiapan pertolongan kelahiran bayi
14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakkan handuk besih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi
15. Meletakkan kain yang bersih di lipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu
16. Membuka partus set
17. Memakai sarung DTT atau steril pada kedua tangan
Menolong kelahiran bayi:
Lahirnya kepala
18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, dilindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dengan tidak menghambat kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjuran ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernafas cepat saat kepala lahir
19. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang bersih. (langkah ini tidak harus di lakukan)
20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi:
a. Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi
b. Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan memotongnya
21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan
Lahirnya bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masing2 sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik kea rah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior
23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada di bagian bawah ke arah perineum, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir
24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat punggung kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati2 membantu kelahiran kaki

Penanganan bayi baru lahir
25. Menilai bayi dengan cepat (dalam 30 dtk), kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan). Bila bayi mengalami asfiksia, lakukan resusitasi
26. Segera membungkus kepala dan badan bayi dengan handuk dan biarkan kontak kulit ibu-bayi. Lakukan penyuntikan oksitosin /i.m
27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu)
28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat diantara dua klem tersebut
29. Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atu selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernafas, ambil tindakan yang sesuai
30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendaki
Oksitosin
31. Meletakkan kain yang bersih dan kering, melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua
32. Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan di suntik
33. Dalam waktu 2 mnt setelah kelahiran bayi, berikan suntikan oksitosin 10 unit i.m di gluteus atau 1/3 atas paha kanan ibu bagian luar, di aspirasi terlebih dahulu
Peneganagan tali pusat terkendali
34. Memindahkan klem pada tali pusat
35. Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang pubis dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain
36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso cranial) dengan hati2 untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri . jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 mnt, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai
• Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan rangsangan putting susu
Mengeluarkan plasenta
37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurva jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus
• Jika tali pusat bertamabah panjang, pindahkan klem hingga jaarak sekitar 5-10 cm dari vulva
• Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 mnt:
# mengulangi pemberian oksitosin 10 unit i.m
# menilai kandung kemih dan melakukan kateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptic jika perlu
# meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
# mengulangi penegangan tali pusat selama 15 mnt berikutnya
# merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 mnt sejak kelahiran bayi
38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutakan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hati2 memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut
• Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan DTT dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jari2 tangan atau klem atau forceps DTT untuk melepaskan bagian selapu yang tetinggal
Pemijatan uterus
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras)
Menilai perdarahan
40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa plasenta dan selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta ke dalam kantung plastic atau tempat khusus
• Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selama 15 detik, mengambil tindakan yang sesuai
41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif
Melakukan prosedur pascapersalinan
42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik
43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% , membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air DTT dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering
44. Menempatkannya klem tali pusat DTT atau mengikatkan tali DTT dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat
45. Mengikat satu lagi simpul mati di bagian pusat yang berseberangan dengan simpul mati yang pertama
46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5%
47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering
48. Menganjurkan ibu untuk memulai untuk pemberian ASI
49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterusdan perdarahan pervaginam:
• 2-3 kali dalam 15 mnt pertama pasca persalinan
• Setiap 15 mnt pada 1 jam pertama pasca persalinan
• Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, laksanakan perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
• Jika ditemukan laserai yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anesthesia local dan menggunakan teknik yang sesuai
50. Mengajarkan kepada ibu dan kelurga bagaimana melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi uteru
51. Mengevaluasi kehilangan darah
52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 mnt selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 mnt selama jam kedua pascapersalinan
• Memeriksa temperature suhu ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pascapersalinan
• Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
Kebersihan dan keamanan
53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 mnt). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi
54. Membuang bahan2 yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT/steril. Membersihkan air ketuban, lender dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering
56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu membersihkan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang di inginkan
57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih
58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% membalikkan bagian dalam keluar dan merendamnya dengan larutan klorin 0,5% selama 10 mnt
59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
Dokumentasi
60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

Sondag 16 Junie 2013

prolapsus uteri


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks berada di dalam orifisium vagina ( prolapsus derajat 1 ), serviks berada di luar orifisium (prolapses derajat 2 ), atau seluruh uterus berada di luar orifisium.
Prolapsus uteri disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya karena kelemahan jaringan ikat di rongga panggul, perlukaan jalan lahir. Menopause juga faktor pemicu terjadinya prolapsus uteri. Pada prolapsus uteri gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang kala penderita dengan prolaps yang sangat berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Juga di Indonesia sejak zaman dahulu telah lama dikenal istilah peranakan turun dan peranankan terbalik. Dewasa ini penentuan letak alat genital bertambah penting artinya bukan saja untuk menangani keluhan-keluhan yang ditimbulkan olehnya, namun juga oleh karena diagnosis letak yang tepat perlu sekali guna menyelenggarakan berbagai tindakan pada uterus.
1.2  Tujuan
Diharapkan mahasiswa mampu :
1.      Memahami definisi prolapse uteri
2.      Mengetahui anatomi prolapse uteri
3.      Mengetahui langkah kejadian prolapse uteri
4.      Memahami etiologi prolapse uteri
5.      Mengetahui fistopatologi prolapse uteri
6.      Menyebutkan klasifikasi prolapse uteri
7.      Menentukan diagnose prolapse uteri
8.      Melaksanakan penatalaksanaan prolapse uteri
9.      Memahami prognosa prolapse uteri
1.3  Manfaat
1.      Mahasiswa dapat menjelaskan definisi prolapse uteri
2.      Mahasiswa dapat mengetahui anatomi prolapse uteri
3.      Mahasiswa dapat menjelaskan langkah kejadian prolapse uteri
4.      Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi prolapse uteri
5.      Mahasiswa dapat mengetahui fistopatologi prolapse uteri
6.      Mahasiswa dapat mengidentifikasi prolapse uteri
7.      Mahasiswa dapat menentukan diagnose prolapse uteri
8.      Mahasiswa dapat melaksanakan penatalaksanaan prolapse uteri
9.      Memahami prognosa prolapse uteri
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Difinisi Prolaps Uteri
Prolapsus uteri adalah keadaan dimana turunnya uterus melalui hiatus genitalis yang disebabkan kelemahan ligamen-ligamen (penggantung), fasia (sarung) dan otot dasar panggul yang menyokong uterus. sehingga dinding vagina depan jadi tipis dan disertai penonjolan kedalam lumen vagina. Sistokel yang besar akan menarik utero vesical junction dan ujung ureter kebawah dan keluar vagina, sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan penyumbatan dan kerusakan ureter. Normalnya uterus tertahan pada tempatnya oleh ikatan sendi dan otot yang membentuk dasar panggul. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause, persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh karena itu prolapsus uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat
2.2 Anatomi
ANATOMI PANGGUL dan STRUKTUR PENYANGGA ORGAN PANGGUL
Secara anatomis, organ panggul seperti vagina – uterus – kandung kemih dan rektum dipertahankan pada posisi yang normal dalam panggul oleh sepasang muskulus levator ani bilateral yang kearah posterior mengalami fusi.
Celah muskulus levator ani di bagian anterior disebut sebagai hiatus levator ani.
Kearah inferior, hiatus levator ani tertutup dengan diafragma urogenitalis.
Saat masuk kedalam panggul, urethra – vagina dan rektum melintas hiatus levator ani dan diafragma urogenitalis. Fascia endopelvikum adalah fascia organ visera panggul yang membentuk kondensasi bilateral dalam bentuk ligamentum (yaitu ligamentum pubourethralis – kardinalis dan uterosakralis). Ligamentum tersebut menempelkan organ dengan fascia dinding lateral pelvis dan tulang panggul.
Ligamentum Pelvik

Corpus Perineal adalah titik pusat seluruh otot panggul. Meskipun saat meneran isi cavum abdomen mendesak organ panggul, organ panggul akan tetap berada pada tempatnya dan berada diatas “levator sling” dan corpus perinealis.
2.3 Langkah Kejadian
Normalnya uterus tertahan pada tempatnya oleh ikatan sendi dan otot yang membentuk dasar panggul. Prolapsus uteri terjadi ketika ikatan sendi atau otot-otot dasar panggul meregang atau melemah, membuat sokongan pada uterus tidak adekuat. Faktor penyabab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta , reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah
2.4 Etiologi
Etiologi dari prolapsus uteri terdiri dari : Kelemahan jaringan ikat pada daerah rongga panggul, terutama jaringan ikat tranversal. Pertolongan persalinan yang tak terampil sehingga meneran terjadi pada saat pembukaan belum lengkap. Terjadi perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan lemahnya jaringan ikat penyangga vagina. Serta ibu yang banyak anak sehingga jaringan ikat di bawah panggul kendor. Menopause juga dapat menyebabkan turunnya rahim karena produksi hormon estrogen berkurang sehingga elastisitas dari jaringan ikat berkurang dan otot-otot panggul mengecil yang menyebabkan melemahnya sokongan pada rahim
Dasar panggul yang lemah oleh kerusakan dasar panggul pada partus (rupture perinea atau regangan) atau karena usia lanjut. Menopause, hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Tekanan abdominal yang meninggi karena ascites, tumor, batuk yang kronis atau mengejan (obstipasi atau strictur dari tractus urinalis). Partus yang berulang dan terjadi terlampau sering. Partus dengan penyulit. Tarikan pada janin sedang pembukaan belum lengkap. Ekspresi menurut creede yang berlebihan untuk mengeluarkan placenta.
Jadi tidaklah mengherankan jika prolapsus genitalis terjadi segera setelah partus atau dalam masa nifas. Ascites dan tumor-tumor didaerah pelvis mempermudah terjadinya hal tersebut. Bila prolapsus uteri dijumpai pada nullipara, factor penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus.
2.5 Fisto Patologi
2.5.1 Fisiologis
Posisi serta letak uterus dan vagina dipertahankan oleh ligament, fascia serta otot-otot dasar panggul. Te Linde (1966) membagi atas 4 golongan, yaitu :
Ligamen-ligamen yang terletak dalam rongga perut dan ditutupi oleh peritonium :
ligamentum rotundum (lig teres uteri) : ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
Ligamentum sacrouterina : ligamentum yang juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui dinding rektum ke arah os sacrum kiri dan kanan.
Ligamentum cardinale (Mackenrodt) : ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus tidak turun. Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah a v uterina.
Ligamentum latum : ligamentum yang berjalan dari uterus ke arah lateral dan tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebetulnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum visceral yang meliputi uterus dan kedua tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian lateral dan belakang ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum dan dekstrum). Untuk memfiksasi uterus ligamentum ini tidak banyak artinya.
Ligamentum infundibulopelvikum (lig. Suspensorium ovarii) : ligamentum yang menahan tuba fallopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Didalamnya ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, a v ovarika. Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.
Jaringan –jaringan yang menunjang vagina
Fasia puboservikalis (antara dinding depan vagina dan dasar kandung kemih) membentang dari belakang simfisis ke serviks uteri melalui bagian bawah kandung kencing, lalu melingkari urethra menuju ke dinding depan vagina. Kelemahan fasia ini menyebabkan kandung kencing dan juga uretra menonjol ke arah lumen vagina.
Fasia rektovaginalis (antara dinding belakang vagina dan rectum). Kelemahan fasia ini menyebabkan menonjolnya rektum ke arah lumen vagina.
Kantong Douglas
Dilapisi peritonium yang berupa kantong buntu yang terletak antara ligamentum sacrouterinum di sebelah kanan dan kiri , vagina bagian atas di depan dan rektum di belakang. Di daerah ini, oleh karena tidak ada otot atau fasia, tekanan intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan hernia (enterokel).
Otot-otot dasar panggul, terutama otot levator ani
Dasar panggul terdiri dari :
*      diafragma pelvis
*      diafragma urogenital
*      otot penutup genitalia eksterna
Diafragma pelvis :
*      otot levator ani : iliokoksigeus, pubokoksigeus dan puborektalis
*      koksigeus
*      fasia endopelvik
Fungsi levator ani :
mengerutkan lumen rektum, vagina, urethra dengan cara menariknya ke arah dinding tulang pubis, sehingga organ-organ pelvis diatasnya tidak dapat turun (prolaps).
mengimbangkan tekanan intraabdominal dan tekanan atmosfer, sehingga ligamen-ligamen tidak perlu bekerja mempertahankan letak organ-organ pelvis diatasnya.
Sebagai sandaran dari uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung kemih. Bila otot levator rusak atau mengalami defek maka ligamen seperti ligamen cardinale, sacrouterina dan fasia akan mempunyai beban kerja yang berat untuk mempertahankan organ-organ yang digantungnya, sebaliknya selama otot-otot levator ani normal, ligamen-ligamen dan fasia tersebut otomatis dalam istirahat atau tidak berfungsi banyak.
M. Pubovaginalis berfungsi sebagai :
-          penggantung vagina. Karena vagina ikut menyangga uterus serta adnexa, vesica urinaria serta urethra dan rectum, maka otot ini merupakan alat penyangga utama organ-organ dalam panggul wanita.
-          Robekan atau peregangan yang berlebihan merupakan predisposisi terjadinya prolapsus cystocele dan rectocele
-          Sebagai sphincter vaginae dan apabila otot tersebut mengalami spasme maka keadaan ini disebut vaginismus
M. puborectalis berfungsi sebagai :
-          penggantung rectum
-          mengontrol penurunan feces
-          memainkan peranan kecil dalam menahan struktur panggul.
M. iliococcygeus berfungsi sebagai :
-          Sebagai lapisan musculofascial.
Diafragma urogenital
Fungsi diafragma urogenital:
-          memberi bantuan pada levator ani untuk mempertahankan organ-organ pelvis
2.5.2 Patologi
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkat, dari yang paling ringan sampai prolapsus uteri kompleta atau totalis. Sebagai akibat persalinan, khususnya persalinan yang susah terdapat kelemahan-kelemahan ligament yang tergolong dalam fascia endopelvika dan otot-otot serta fasia-fasia dasar panggul. Dalam keadaan demikian tekanan intraabdominal memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus oto-otot berkurang.
Jika serviks uteri terletak di luar vagina, maka ia menggeser dengan celana yang dipakai oleh wanita dan lambat laun bias berbentuk ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus.
Jika fascia didepan dinding vagina kendor oleh suatu sebab, biasanya trauma obstetric, ia terdorong oleh kandung kencing ke belakang dan menyebabkan menonjolnya dinding depan vagina ke belakang, hal ini dinamakan sistokel.
Sistokel ini pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar kar\ena persalinan berikutnya, terutama jika persalinan itu berlangsung kurang lancar, atau harus diselesaikan dengan menggunakan peralatan. Urethra dapat pula ikut serta dalam penurunan itu den menyebabkan urethrokel. Uretherokel ini harus dibedakan dari divertikulum urethra. Pada divertikulum keadaan urethra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang urethra ada lubang yang menuju ke kantong antara urethra dan vagina.
Kekendoran fascia dibelakang vagina oleh trauma obstetric atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan turunnya rectum ke depan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen vagina, ini dinamakan rectokel.
Enterokel adalah suatu hernia dari cavum douglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun , oleh karena itu menonjol kedepan, isi kantong hernia ini adalah usus halus atau sigmoid.
2.6 Klasifikasi
Friedman dan Little ( 1961 ) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang dikenal yaitu:
  • Prolapsus uteri tingkat I, dimana serviks uteri turun sampai introitus vagina ;
  • Prolapsus uteri tingkat II, dimana serviks menonjol keluar dari introitus vagina ;
  • Prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari vagina; prolapsus ini juga disebut prosidensia uteri.
  • Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vagina ;
  • Prolapsus uteri tingkat II, uterus keluar dari introitus kurang dari setengah bagian ;
  • Prolapsus uteri tingkat III, uterus keluar dari introitus lebih besar dari setengah bagian.
  • Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosesus spinosus ;
  • Prolapsus uteri tingkat II, serviks terdapat antara prosesus spinosus dan introitus vagina ;
  • Prolapsus uteri tingkat III, serviks keluar dari introitus. Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D
  • ditambah dengan prolapsus uteri tingkat IV (prosidensia uteri).
Prosidensia uteri adalah suatu penyimpangan anatomi yang paling kompleks. Dapat menjadi sistokel karena kendornya fasia dinding depan vagina (misal trauma obstetrik) sehingga vesika urinaria terdorong ke belakang dan dinding depan vagian terdorong ke belakang. Dapat terjadi rektokel, karena kelemahan fasia di dinding belakang vagina, oleh karena trauma obstetrik atau lainnya, sehingga rekrum turun ke depan dan menyebabkan dinding vagina atas belakang menonjol ke depan
2.7 Diagnosa
Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan vaginal dengan menggunakan Spekulum Sim  yang berdaun tunggal. Pasien diminta meneran dan pada saat yang bersamaan dokter menekan dinding posterior vagina. Dengan cara ini dapat terlihat penurunan dinding depan vagina beserta sistokel dan pergeseran muara urethra. 
Selanjutnya mintalah pasien meneran sambil menekan dinding anterior vagina, dengan cara ini dapat terlihat enterokel dan rektokel. Pemeriksaan rektal sering berguna untuk menunjukkan adanya rektokel dan membedakannya dengan enterokel
Keluhan-keluhan penderita, kehamilan, fisik dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalia.
Friedman dan Little (1961) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut:
  1. Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan, dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal, atau porsio sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang lebih panjang dari biasa dinamakan elongasio kolli.
  2. Pada sistokel dijumpai didinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika dimasukkan ke dalam kantung kencing kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel, dekat pada orifisium urethrae eksternum.
  3. Menegakkan diagnosis rektokel yaitu menonjolnya rektum ke lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam rektum, dan selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang menonjol kelumen vagina. Enterokel menonjol kelumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada pemeriksaan rektal dinding rektum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat diatas rektum.
  4. Endoskopi. Visualisasi sistoskopi peristaltik usus di bawah dasar vesika urinaria atau trigonum dapat mengidentifikasi enterokel anterior pada beberapa pasien.
    Fotografi. Fotografi pada stadium II dan prolaps yang lebih besar dapat digunakan baik untuk membuktikan kebenaran perubahan kondisi masing-masing pasien. Prosedur immaging. Teknik imaging yang berbeda telah digunakan untuk melihat anatomi dasar pelvik, defek penunjang, dan hubungan antara organ yang berdekatan. Teknik ini mungkin lebih akurat dari pemeriksaan fisis dalam menentukan organ mana yang terlibat dalam prolaps organ pelvik.
2.8 Penatalaksaan
Tindakan pencegahan dilakukan dengan mengatasi masalah: 
1.                  Penyakit pernafasan dan metabolisme kronik
2.                  Konstipasi
3.                  Gangguan intra abdominal
4.                  Pemberian estrogen pada wanita menopause
Tindakan non bedah :
  1. Olah raga untuk menguatkan otot dasar panggul
  2. Pesarium :
-          Keadaan umum tak memungkinkan tindakan pembedahan
-          Kehamilan atau pasca persalinan
-          Terapi dekubitus sebelum operasi
Pesarium dapat menyebabkan iritasi lokal dan ulserasi. Setiap 6 – 12 minggu pesarium dilepas dan dibersihkan untuk menghindari pembentukan fistula, impaksi, perdarahan dan infeksi.


Pembedahan :
Tujuan utama pembedahan : 
1.                  Mengatasi keluhan
2.                  Restorasi anatomi
3.                  Restorasi fungsi organ visera
4.                  Memulihkan fungsi seksual
Kolforafi Anterior :
digunakan untuk koreksi sistokel dan pergeseran urethra. Berupa tindakan plikasi fasia puboservikal untuk menyangga kandung kemih dan urethra.
image
Kolporafi Anterior
Kolforafi Posterior :
digunakan untuk koreksi rektokel
Perineorafi :
digunakan untuk mengatasi defisiensi corpus perineal.


Kolporafi Posterior



Enterekol :
Prinsip terapi seperti terapi hernia.


·           Isi kantung dikurangi
·           Leher kantung ( peritoneal sac ) diligasi
·           Penutupan defek dengan mendekatkan ligamentum uterosakral dengan muskulus levator ani
Operasi Manchester :
merupakan kombinasi dari
·         Kolforafi anterior
·         Amputasi servik yang memanjang ( “elongated cervix” )
·         Kolfoperineorafi posterior
·         Menjahit ligamentum kardinale didepan puntung servik agar terjadi anteversi uterus
Histerektomi Vaginal :
Dapat dikerjakan secara tersendiri atau disertai pula dengan dengan kolforafi anteror dan posterior.


Colpocleisis Partial LeFort’s :
menjahit sebagian dinding anterior dan posterior vagina sehingga uterus berada di bagian atas vagina yang sebagian sudah tertutup akibat disatukannya dinding depan dan belakang vagina.
Colpocleisis Total :
Melakukan obliterasi total vagina


Kolpokleisis
Suspensi Putung Vagina ( Colpopleksi )
yang dapat dikerjakan transvaginal atau transabdominal. Tindakan ini berupa penggantungan puntung vagina pada sakrum atau pada ligamentum sakrospinosum atau ligamentum uterosakral.
A. Konservatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin mendapat anak lagi, atau penderita menolak untuk operasi atau kondisinya tidak memungkinkan untuk dioperasi.
1.      Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus enteng, terutama yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan. Caranya ialah penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah selesai berhajat, atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba menghentikannya. Latihan ini bisa menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obturator yang dimasukkan ke dalam vagina, dan yang dengan suatu pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian, kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur.
2.      Stimulasi otot-otot dengan alat listrik
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang dalam pessarium yang dimasukkan dalam vagina.
3.      Pengobatan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian pessarium adalah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika pessarium terlalu kecil atau dasar panggul terlalu lemah, pessarium jatuh dan prolapsus uteri akan timbul lagi. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalis adalah pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah, digunakan pessarium Napier yang terdiri atas suatu gagang (stem) dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan diujung bawah 4 tali. Mangkuk ditempatkan dibawah serviks dan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan pada pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak antara forniks vagina dengan pinggir atas introitus vaginae; ukuran tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk mendapat diameter dari pessarium yang akan dipakai. Untuk mengetahui setelah dipasang, apakah ukurannya cocok, penderita disuruh batuk atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia tidak merasa nyeri, pessarium dapat dipakai terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja penderita diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali; vagina diperiksa inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan; pessarium dibersihkan dan dicucihamakan, dan kemudian dipasang kembali. Apabila pessarium dibiarkan dalam vagina tanpa pengawasan yang teratur, dapat timbul komplikasi ulserasi, dan terpendamnya sebagian dari pessarium dalam vagina, bahkan bisa terjadi fistula vesikovaginalis atau fistula rektovaginalis.
B. Fisioterapi
Jika prolapsus bersifat ringan sampai sedang, dapat dirujuk kepada pakar fisioterapi untuk penanganannya. Fisioterapi dapat membantu merencanakan jadwal individual yang melibatkan senam otot dasar panggul. Senam ini, yang di sebut senam Kegel, dapat mencegah prolapsus bertambah parah dan dapat mengurangi rasa nyeri punggung, nyeri panggul dan inkontinensia urin.
C. Hormone replacement therapy (HRT)
Wanita menopaus yang mengalami prolapsus uteri dapat mendapat manfaat dari Terapi Penggantian Hormon (TPH). TPH dapat membantu menguatkan dinding vagina dan otot dasar panggul dengan meningkatkan konsentrasi estorgen dan kolagen dalam darah; tetapi tidak banyak bukti yang menyatakan apakah efektif atau tidak dalam menangani prolapsus uteri.
D. Operatif
Penanganan bedah mungkin diperlukan apabila prolapsus itu menyebabkan gejala yang bermakna. Beberapa metode tersedia dan pilihan yang mana akan bergantung kepada beberapa variabel dan kehadiran keadaan lain yang bisa mengancam. Kebanyakan tujuan dari penanganan bedah pada prolaps adalah untuk mengangkat keatas organ prolaps itu kembali ke posisi asalnya. Prosedur ini dijalankan bagi wanita yang masih ingin hamil. Histerektomi adalah satu-satunya tindakan yang sama sekali membuang organ yang prolaps itu. Bagi wanita yang telah mempunyai anak, atau yang tidak mau hamil lagi, maka histerektomi pervaginum adalah pilihan yang sesuai untuk penanganan. Pilihan operasi tergantung kepada jenis prolaps yang dialami pasien, umur, keinginan mempunyai anak lagi atau tidak, keaktifan seksual, ketrampilan operator dan juga pendapat pasien.
2.9 Prognosa
Sebagian besar wanita dengan prolapsus uteri ringan tidak mengalami gejala dan tidak butuh pengobatan. Pessarium vagina dapat sangat efektif untuk banyak wanita dengan prolapsus uteri.tindakan operasi selalu memberikan hasil yang memuaskan, meskipun beberapa wanita mungkin membutuhkan pengobatan lagi di masa akan datang untuk prolapsus dinding vagina yang berulang
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Prolapsus uteri, sistokel, urethrokel, enterokel, rektokel dan kolpokel pasca histerektomia merupakanbagian dari bentuk-bentuk Prolapsus Vagina. Sedangkan Prolapsus uteri itu sendiri terjadi karena kelemahan ligamen endopelvik terutama ligamentum tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiokoli disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokel. Pada keadaan ini fasia pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang ketegangannya. Faktor penyabab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penatlaksanaan pengeluaran plasenta , reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh karena itu prolapsus uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat.
Klasifikasi
Tingkat I         : Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam introitus vagina
Tingkat II        : Uterus sebagian keluar dari vagina
Tingkat III      :Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan inversio vagina (PROSIDENSIA UTERI)
3.2  Saran
Perlunya pencegah terhadap kemungkinan terjadinya prolaps uteri dengancara mengosongkan kandung kemih pada kala pengeluaran, penjahitan perineum yang lege artis, bila perlu lakukan episiotomi, memimpin persalinan dengan baik, hindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (parasat crede).
Penanganan prolapsus uteri sebaiknya dilakukan dengan menilai keadaan dari keadaan umum pasien, umur, masih bersuami atau tidak, tingkat prolaps sehingga didapatkan terapi yang paling ideal untuk setiap pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Winkjosastro H.dr. Ilmu Kandungan. Kelainan letak-letak alat-alat genital. Edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2007. Hal. 421.
Lotisna, D. Prolaps Genitalia. Devisi uroginekologi rekonstruksi. Departemen Obstetri dan Ginekologi. FK UH. Makassar
Junizaf. Prolapsus alat genitalia. Dalam: Junizaf. Ed. Buku ajar uroginekologi.
Subbagian Uroginekologi-Rekonstruksi  Bagian Obstetri dan Ginekologi
FKUI/RSUPN-CM. Jakarta, 2002: 70-75
Rasjidi I. Manual Histerektomi. Histerektomi Vaginal. EGC. Jakarta.2008. Hal. 180-189.
Manuaba I. Dasar-Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Operasi Prolaps Uteri. EGC. Jakarta.2004.Hal.354
Muchtar R. Kelainan dalam letak alat-alat genital. Dalam:
S, Saifuddin AB. Ed. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 1991: 360-374
Suheimi K.H.dr. (26 July 2008). Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan. Prolapsus Uteri. http://ksuheimi.blogspot.com/2008/06/penyakit-dan-kelainan-alat kandungan_26.html .diunduh ( 26 oktober 2011 )
Clinic Mayo. Uterine Prolaps.( 10 April 2008). Womens Health. http://www.womenshealthlondon.org.uk/leaflets/prolapse/prolapse.html.diunduh     ( 26 Oktober 2011 )
Mc. Neeley. G.S. et al. ( Desember 2008 ). Gynecology and Obstetrics. Pelvic Relaxation Syndrome.
http://www.stjohnsmercy.org/healthinfo/adult/urology/cystocel.asp.diunduh ( 26 Oktober 2011 )
dr.Bambang Widjanarko, SpOG (19 Agustus 2010). Ginekologi DISFUNGSI SISTEM UROGENITAL pada WANITA.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=anatomi panggul dan struktur penyangga organ panggul &source=web&cd=4&ved=0CDUQFjAD&url=http%3A%2F%2Fliber-siahaan.blogspot.com%2F2011%2F04%2Fginekologi.html&ctbs=lr%3Alang_1id&ei=B9SwTvSvO8uOmQWa0KC2Ag&usg=AFQjCNF1oMuJivtnMpQtVxP1M0jNKO-2Kw&cad=rja.dinduh ( 02 November 2011 )